27 jam di Semarang, apa saja yang dapat dinikmati?

Lawang Sewu
Lawang Sewu

Mendadak jalan! Begitulah yang saya lakukan minggu lalu. Hanya sekedar ‘short escape’ dari Jakarta, dan pilihan jatuh ke Semarang. Berangkat Sabtu dengan pesawat pagi, dan kembali Minggu sore. Tak perlu persiapan, cuma bawa badan dan beberapa baju ganti dalam satu tas punggung. Liburan singkat, 27 jam saja. Apa yang dapat dilihat di waktu sesingkat itu?

Penerbangan ke Semarang ditempuh sekitar 50 menit saja, tiba pukul 08:00 pagi hari. Ini juga sekaligus pertama kalinya saya menginjakkan kaki di terminal baru bandara Ahmad Yani. Pastinya jam segitu belum juga bisa check-in hotel, jadi pilihannya adalah langsung menuju Soto Bangkong untuk menikmati soto favorit saya. Mengawali hari dengan soto panas mengepul dan dan kopi tubruk. Sempurna bukan?

Soto Bangkong Semarang

Terpuaskan dengan soto Bangkong, selanjutnya adalah menuju hotel di kawasan Jalan Pemuda Semarang. Dan… belum bisa check-in juga. Dengan sedikit rayuan & keberuntungan, akhirnya kamar siap sebelum jam 12 siang.

Semarang siang itu cukup panas, meskipun angin bertiup sedikit kencang. Inilah waktu ideal untuk sedikit bermalas-malasan dan tidur siang sebentar. Sambil menunggu panas mereda, yang sudah terpikirkan adalah kawasan kota lama. Dan inilah bidikan selanjutnya. Sebenarnya jarak hotel ke kawasan kota lama tak terlalu jauh, tapi saya putuskan untuk tetap berjalan kaki menyusuri Jalan Pemuda itu. Pilihan saya tidak salah. Baru beberapa puluh meter melangkah, ketemu warung Bakmi Jowo di depan Mall Paragon. Lumayan enak juga dan cukup pengganti untuk makan siang yang telat.

Menyusuri jalan Pemuda sebenarnya cukup menyenangkan. Meski agak sempit trotoarnya cukup nyaman lah. Hanya di beberapa titik ada gelandangan yang menempatinya. Sambil terus berjalan, ketahuan Sri Ratu akhirnya menyerah & tutup. Toko Oen masih buka. Toko uang kuno masih bertahan dengan kekunoannya. Tak terasa sampai juga di kawasan kota lama.

Kawasan kota lama sedang berbenah besar-besaran. Masih sangat berdebu. Saluran air ditata ulang. Jalan dibenahi dengan pemasangan paving block. Penggal jalan yang sudah selesai berdesain mirip-mirip jalan di Eropa. Trotoar dan jalan dilapis paving block yang sama, hanya ketinggian yang dibedakan. Kawasan inilah tempat gedung-gedung jaman kolonial bercokol. Sebagian masih terawat seperti Gereja Blendhoeg dan Gedung Spiegel. Gedung-gedung lain tampak terabaikan dan merana. Nah, jika penataan kawasan ini kelar, gedung-gedung terbengkalai terfungsikan, juga lebih banyak tanam, saya yakin kawasan ini bakal menjadi aset wisata menarik. Apalagi jika dilengkapi dengan pencahayaan yang bagus.

Puas dengan Kota Lama, saatnya kembali ke hotel. Kali ini tetap dengan menyusuri Jalan Pemuda dari sisi satunya lagi. Trotoarnya sama sempitnya dengan sisi sebelahnya, tapi cukup nyaman untuk jalan kaki. Di sisi ini ada Nasi Goreng Babat Pak Karmin yang terkenal itu. Masih ada gedung-gedung lama yang bisa dinikmati seperti yang ditempati kantor pos, toko Ace Hardware, dan Toko Oen.

Malampun tiba. Jalan Pemuda di depan hotel terlihat cantik dengan ornamen lampu di sepanjang jalan. Jalan searah ini sangat padat, dan saya kira inilah jalan paling ramai di Semarang. Trotoarnya juga lebih lebar dan bersih. Dekat hotel terdapat Paragon City Mall yang berjarak hanya sepelemparan tumbak. Makan malam cukup di Paragon sambil bertemu konco lawas. Saat itu mall ini sangat ramai, seakan menepis kabar penurunan daya beli, hehehehe… Dan malam belum juga berakhir hingga perlu bergerak menuju kawasan Simpang Lima yang legendaris itu.

Minggu pagi merupakan car free day di jalan depan hotel. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, saya tergiur untuk ikut membaur dengan warga Semarang, mencuri dengar percakapan bahasa Jawa, dan menikmati keseruan CFD ala Semarang ini. CFD berarti berburu kuliner, ini juga yang saya dapati di sana. Jam 09 pagi CFD bubar, kemudian lanjut ke Lawang Sewu yang berada di ujung Jalan Pemuda.

Setelah check-out, saya bergegas menuju bandara Ahmad Yani. Sebenarnya  saya pegang tiket penerbangan di sore hari, tapi sengaja berangkat lebih awal agar puas menikmati lebih lama terminal baru bandara.

Ahmad Yani (2)

Dan benar adanya. Walaupun belum sepenuhnya selesai, terminal baru Ahmad Yani sudah terlihat bagus dan modern. Arsitektur modern meskipun tak ada aksen Jawa di sana. Sebelum sampai ke ruang tunggu, selepas check-in penumpang diarahkan ke lantai 2 dan selanjutnya menyusuri koridor berkelok-kelok. Area komersial yang belum buka ditutup dengan grafiti menarik. Banyak yang selfie di sini lho, termasuk saya. Alur penumpang ini memberikan pengalaman mirip dengan bandara Ngurah Rai Bali. Sayang sekali belum banyak toko buka di sisi koridor itu. Matur suwun Semarang.

5 respons untuk ‘27 jam di Semarang, apa saja yang dapat dinikmati?’

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s