
Susunan kabinet baru saja diumumkan sore tadi (26 Okt 2014). Salah satu yang berubah adalah Kementrian Pariwisata & Industri Kreatif kembali menjadi Kementrian Pariwisata. Dan Arief Yahya ditunjuk menggawangi kementrian itu menggantian Marie Pangestu. Sedikit mengejutkan, selama ini sang Menteri tidak memiliki portfolio pengalaman di industri wisata, tetapi lebih banyak di Telekomunikasi & Teknologi Informasi. Yakin Presiden Jokowi punya pertimbangan lain memilih Arief Yahya. Mungkin Pak Jokowi ingin memanfaatkan kreatifitas sang menteri agar muncul terobosan-terobosan untuk memajukan pariwisata Indonesia, atau ukuran nyata adalah meningkatkan kunjungan turis asing ke Indonesia.
Indonesia diyakini memiliki destinasi wisata yang sangat banyak. Namun faktanya jumlah turis asing yang masuk Indonesia masih ketinggalan jauh dibanding negara tetangga. Di tahun 2013, Thailand menerima kunjungan turis asing sejumlah 26,5 juta. Malaysia menerima turis asing sebanyak 26,3 juta. Negara mungil Singapura mampu menggaet turis asing sebanyak 15,6 juta. Tahun lalu Indonesia baru mampu menggaet turis asing sebanyak 8,4 juta, sangat kecil dibandingkan luasan wilayah dan jumlah destinasi yang dimiliki.

Vietnam, termasuk belum lama serius di industri wisata telah mampu mendatangkan 7,4 juta. Lalu, Filipina dengan angka kunjungan 4,4 juta dan Kamboja sebesar 4,3 juta. Di posisi akhir adalah Laos dengan angka kunjungan 3,9 juta dan Myanmar yang baru saja membuka diri sudah dikunjungan 800 ribu turis.
Beberapa catatan dari saya sebagai masukan Pak Menteri :
- Membangun infrastruktur lebih gencar. Termasuk koneksitas untuk kemudahan menjangkau destinasi. Sebagai gambaran, saat ini praktis hanya bandara Soekarno Hatta dan Ngurah Rai yang memiliki banyak penerbangan langsung ke luar negeri. Koneksitas domestik antar destinasi juga masih pada rute-rute populer. Bayangkan betapa sulitnya turis yang akan melanjutkan penerbangan ke Raja Ampat dari Bali.
- Mengembangkan tujuan wisata baru, tidak hanya bertumpu pada Bali, Jakarta, Batam/Bintan, Bandung, Jogja, dan Lombok. Yakin Indonesia memiliki banyak destinasi lain yang layak dijual.
- Saatnya memberikan perhatian pada MICE karena terbukti mampu mendatangkan turis dalam jumlah besar sekaligus. Saya yakin Bali, Jakarta dan Surabaya sudah cukup siap untuk ini.
- Peningkatan kualitas SDM di industri wisata. Saya agak surprise dengan yang dilakukan oleh Cambodia. Saat saya berlibur ke Siem Reap pemandu wisata sudah mengenakan lisensi tour guide yang dikeluarkan oleh kementrian wisata setempat, padahal sang tour guide memandu wisata hanya dengan menggunakan tuk tuk (sejenis becak motor).
- Pola jemput bola dari kantung kantung turis. Bagaimana agar turis yang datang ke Bangkok bisa melanjutkan perjalananannya ke Indonesia. Begitu juga dari Singapore dan Kuala Lumpur.
Untuk mengejar jumlah turis asing tidak lagi cukup dengan cara-cara konvensional di atas, perlu terobosan ‘gila’ dari Pak Menteri baru. Saya salut dengan terobosan Garuda Indonesia dengan mengenalkan Immigration on Board dari beberapa destinasi. Wisata Indonesia perlu lebih banyak lagi cara-cara unik seperti itu. Selamat bekerja pak Menteri.