Bonek atau bondo nekat, julukan populer bagi supporter bola Persebaya. Namun dalam urusan menjaring turis asing, Surabaya sangat serius, jauh dari ‘bondo nekat’ itu. Ya, dibandingkan tentangganya, Bali & Jogja, industri wisata Surabaya seakan berada dalam bayang-bayang popularitas kedua tujuan turis itu. Surabaya dan Jawa Timur sendiri sebenarnya memiliki nilai jual cukup untuk bisa mengejar tetangganya dalam menarik minat turis untuk datang. Bromo sudah cukup populer dan memiliki nilai jual tinggi. Kawasan Malang dan sekitarnya juga layak untuk didatangi turis asing. Sebagai kota industri dan jasa, Surabaya memiliki potensi untuk wisata sejarah, religi, budaya, dan belanja. Infrastruktur kota ini boleh dibilang sangat memadai, Surabaya juga memiliki akses bagus dari kota-kota lain di Indonesia dan bahkan negara-negara kawasan regional. Data terakhir menunjukkan Surabaya & Jatim ‘hanya’ menerima kunjungan turis asing kurang dari 10% dibandinglan Bali. Angka yang kecil dibandingkan dengan potensinya. Kendati industri wisata belum sekuat tentangganya, usaha pelaku industri wisata (pemerintah & swasta) boleh diacungi jempol. Apa yang mereka lakukan?
Coba tengok apa yang telah dilakukan oleh Surabaya Tourism and Promotion Board. STPB seperti tidak menyerah dalam upayanya menjual Surabaya. Untuk ukuran kota dengan industri wisata yang belum maju, STPB telah memiliki perwakilan di negara-negara lain. STPB juga gencar mengenalkan tagline Surabaya sebagai ‘Sparkling Surabaya’. STPB rajin membuat even-even wisata dan mengikuti promosi di berbagai daerah dan negara lain.
Menyadari tidak cukup populernya tujuan wisata di Surabaya bagi turis asing, para pelaku industri akhirnya harus kreatif mengemas produk wisatanya. Memang Surabaya dapat turut menawarkan Bromo, wisata heritage, wisata belanja, dan juga wisata kota. Namun, Surabaya memang tidak seperti Bali yang memiliki segalanya, juga tidak seperti Jogja yang sudah terkenal dengan budayanya. Surabaya akhirnya harus menjual sesuatu yang berbeda dan menggali dan mengemas ulang potensi yang ada. Dan muncullah paket golf, paket wisata heritage, paket budaya, dan MICE. Dalam paket-paket itu Surabayapun harus menggandeng kota-kota lain di Jawa Timur.
Kota ini juga termasuk rajin menyelenggarakan Travel Mart, seperti yang baru saja usai yakni Majapahit Travel Fair yang rutin diselenggarakan. Disinilah Surabaya berusaha mempertemukan pelaku industri sebagai seller dan buyer dari luar negeri. STPB juga rajin mengikuti even-even sejenis di daerah lain, dan bahkan negara-negara lain.
Mei lalu, Surabaya berulang tahun yang ke 716. Ulang tahun ini dikemas agar menarik minat turis asing. Maka digelarlah Surabaya Shopping Festival (SSF) dan even-even budaya lainnya. Meskipun SSF ini masih jauh dari kesuksesan Singapore Great Sale, tapi penyelenggara berhasil menawarkan obral tahunan ini dengan menggandeng beberapa airline asing.
Pemkot Surabaya memberikan dukungan kuat untuk industrinya. Surabaya ini sekarang lagi giat-giatnya menata kotanya, membangun banyak taman kota, memperbaiki trotoar, merapikan keberadaan PKL, menata sungai-sungainya. Menggusur bangunan liar dikiri kanan rel kereta api.
Yang patut dicontoh dari kota ini adalah keterlibatan swasta untuk bersama-sama mendorong tingkat kunjungan turis. Contoh terbaru adalah Sampoerna House, museum yang dulunya pabrik rokok ini menyiapkan bus wisata gratis yang mengunjungi tempat-tempat peninggalan sejarah di Surabaya, namanya Surabaya Heritage Track. Bis dengan warna merah terang ini sepintas mirip bis-bis wisata kota di negara-negara lain. Pengusaha pusat-pusat perbelanjaan juga kompak dalam suksesnya ajang Surabaya Shopping Festival, padahal di hari-hari biasa mereka bersaing dalam mengaet pengunjung.
Dengan beroperasinya Suramadu, Surabaya memiliki jualan baru untuk ditawarkan. Tidak heran jika dikemas menarik, wisata Suramadupun dapat sepopuler Sydney Bridge atau Golden Gate San Fransisco. Tol Porong yang terputus karena lumpur Lapindo juga akan segera dibangun. Lumpur Lapindo ini seakan menjadi mimpi buruk bagi industri wisata di Surabaya dan Jatim. Betapa tidak, bahwa Bromo menjadi daya tarik bagi turis yang mengunjungi Surabaya. Putusnya tol menambah sulit dan ketidaknyamanan turis dalam menjangkau Bromo. Lapangan golf yang biasa dijajakan Surabaya beberapa berada di luar Surabaya seperti Finna Golf dan Taman Dayu, juga harus melintasi daerah ini. Begitu juga agrowisata kota Malang & Batu juga melintasi kawasan Porong.
Surabaya cukup sadar bahwa untuk menjaring turis asing tidak cukup dilakukan dengan cara biasa seperti tetangganya. Bali dan Jogja sangat mudah menggaet turis massal, tetapi tidak demikian buat Surabaya. Surabayapun dituntut lebih kreatif dan menggaet turis dengan peminatan khusus (unik). Kreatifitas ini sebenarnya sudah tampak jauh sebelum ini. Bekas kapal selam, KRI Pasopati, yang digunakan saat perang mempertahankan Papuapun diangkat dan dijadikan museum, Monkasel namanya. Masjid berarsitek Chinapun, Masjid Muhammad Cheng Ho, dijajakan dan akhirnya cukup diminati turis. Gedung-gedung kuno, Tugu Pahlawan dan Jembatan Merah lumayan terawat.
Dengan upaya dan kreatifitas itu, tidak heran jika suatu saat nanti Surabaya menjadi tujuan turis dan mendekatkan jarak dengan Bali atau Jogja. Bravo Surabaya, Green & Clean City.
Baca juga Suramadu, ikon baru wisata kota Surabaya
Surabaya dapat dijangkau langsung dengan pesawat dari :
- Berbagai kota di Indonesia (hampir semua Airline di Indonesia)
- Singapura (Garuda, Silk Air, ValuAir, China Airlines)
- Johor Bahru (Air Asia)
- Kuala Lumpur (Air Asia, Malaysia Airline, Merpati)
- Hongkong (Cathay Pacific, Garuda)
- Taipei (Eva Air via Kaohsiung & China Airline via Singapore)
- Bandar Seri Begawan (Royal Brunei)