
Ada yang bilang, “Belum ke Bali kalau belum ke pantai Kuta”. Sebagian lagi mengatakan, “belum sempurna ke Bali kalau belum singgah di Ubud”. Bali memang memiliki begitu banyak hal menarik untuk dinikmati. Bali punya banyak pantai, gunung, danau, budaya, situs sejarah, hiburan, maupun tempat belanja. Sebagian besar pelancong masuk ke Bali lewat selatan sehingga Kuta, Sanur, Seminyak, Ubud lebih dikenal. Kawasan-kawasan itu begitu populer sehingga terasa kental sebagai industri wisata. Kehidupan asli warga Bali tak begitu terlihat di kawasan itu. Nah, jika ingin melihat Bali dari kehidupan masyarakatnya, pergilah ke tengah. Di sana terdapat desa adat dimana pelancong dapat melihat kehidupan masyarakat Bali sesungguhnya. Salah satunya adalah Desa Adat Penglipuran.
Desa adat Penglipuran adalah salah satu desa adat yang ada di Kabupaten Bangli. Desa ini terkenal sebagai salah satu destinasi wisata di Bali karena masyarakatnya yang tetap menjalankan dan melestarikan budaya tradisional Bali dalam kehidupan mereka sehari-hari. Arsitektur bangunan dan pengolahan lahan tetap mengikuti konsep Tri Hita Karana, yakni filosofi masyarakat Bali yang menjaga keseimbangan hubungan antara Tuhan, manusia dan lingkungannya.
Tidak ada cerita pasti tentang asal mulai kata Desa Penglipuran ini. Terdapat 2 versi berbeda yang masing-masing diyakini oleh masyarakatnya. Yang pertama adalah Penglipuran berarti “pengeling pura” dengan “pengeling” berarti ingat dan “pura” berarti tempat leluhur. Versi yang kedua mengatakan bahwa Penglipuran berasal dari kata “pelipur” yang berarti hibur dan “lipur” yang berarti ketidakbahagiaan. Jika digabungkan maka penglipuran berarti tempat untuk penghiburan. Versi ini muncul karena Raja Bangli pada saat itu disebut-sebut sering mengunjungi desa ini untuk bermeditasi dan bersantai.

Desa adat Penglipuran sekarang telah menjadi destinasi wisata populer di Bangli selain Danau Batur, Desa Trunyan, Air Panas Toya Bungkah, dan beberapa air terjun. Sebenarnya desa ini menjadi terkenal seperti sekarang karena ketidak-sengajaan. Awalnya, desa ini hanyalah sebuah desa yang ingin mempertahankan kebudayaan nenek moyang dan leluhurnya. Pada sekitar tahun 1990, mahasiswa Universitas Udayana melakukan Kuliah Kerja Nyata dengan menata lingkungan dan membuat taman-taman kecil. Tak disangka, ternyata beberapa wisatawan tertarik mengunjungi desa ini. Kemudian sesepuh desa, pemuda bersama perwakilan dari pemerintah sepakat mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Desa Adat Penglipuran ini. Dan akhirnya pada tahun 1993, desa ini ditetapkan sebagai Desa Wisata Penglipuran dengan Surat Keputusan (SK) Bupati No.115 tanggal 29 April 1993. Sejak itulah, desa adat Penglipuran makin dikenal dan banyak dikunjungi turis.

Di lihat dari sisi geografis, Desa Penglipuran terletak di kelurahan Kubu, kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Lokasi tempatnya juga cukup strategis yaitu berada pada jalur wisata Kintamani, juga jaraknya terletak 5 Km dari pusat kota Bangli, 45 Km dari pusat kota Denpasar. Desa Penglipuran cukup luas ternyata, mencapai 112 hektare yang terdiri dari 37 ha hutan bambu, 49 ha ladang, 12 ha perumahan penduduk.
Desa ini tertata sangat indah. Setiap kelompok rumah memiliki gapura kecil yang bentuknya nyaris seragam. Pemilik rumah diperbolehkan menjual souvenir dan memberikan sebagian hasil penjualan ke kas desa adat. Jalanan di desa ini juga instagramable ya. Bunga-bunga ditanam dipinggir jalan yang berkontur. Karena berada di ketinggian 700 m dpl (di atas permukaan laut), desa ini cukup sejuk sampai dingin (16-29 °C) dan curah hujan rata-rata 2000 mm pertahun.
Rumah-rumah di desa ini terbuka untuk pengunjung. Jangan ragu untuk memasuki gapura, atau sekedar membeli souvenir dari rumah penduduk ini. Penduduknya ramah-ramah, jangan ragu untuk bertegur sapa. Bagi yang benar-benar ingin menyelami kehidupan, pelancong bisa menginap di homestay tradisional yang menyatu dengan rumah penduduk.
Hutan bambu di desa ini layak untuk dilihat. Sepintas mirip dengan pedesaan di pulau Jawa. Hutan yang rimbun menjadikannya lebih sejuk dan hijau. Kicau burung-burung liar menambah ketenangan dan damai saat ada di sini.
Pelancong yang mengunjungi Kintamani sebaiknya mampir ke desa ini karena jaraknya sudah dekat dengan Kintamani. Dan untuk memasuki desa adat ini, pengunjung dikenakan tiket sebesar 15 ribu rupiah untuk dewasa dan 10 ribu untuk anak-anak. Tak mahal untuk dapat sedikit menyelami kehidupan masyarakat Bali yang sebenarnya.
Selamat Datang di Desa Adat Penglipuran.