Dari sini mengenang dahsyatnya bencana tsunami Aceh

Aceh Tsunami Museum
Aceh Tsunami Museum

Bencana dahsyat tsunami Aceh sudah lama berlalu, hampir 14 tahun lalu. Kini Aceh sudah benar-benar bangkit dan pulih. Bencana besar 26 Desember 2004 lalu itu masih mengguratkan duka mendalam bagi korban yang selamat. 14 November 2018, untuk pertama kalinya saya mengunjungi Aceh. Dan kebetulan sopir dan pemilik mobil yang mengantarkan saya adalah salah satu korban tsunami yang selamat, karena saat itu sedang menunggu istrinya paska melahirkan di bagian lain Banda Aceh. Sang sopir, nama Pak Busra, kehilangan kedua orang-tuanya dan semua saudaranya. Menapaki jejak bencana tsunami Aceh mengingatkan saya pada betapa kecil dan tak berdayanya manusia ini dimata Sang Pencipta.Seperti rencana awal, saya mengunjungi beberapa lokasi di Banda Aceh dan sekitarnya, untuk napak tilas sekaligus mengenang korban tsunami. Dan berikut beberapa tempat di antaranya :

RJPFE6541

Aceh Tsunami Museum. Museum ini berada di tengah kota Banda Aceh. Berarsitektur modern dan menjadi model museum masa kini. Seperti dikutip dari laman museum, Aceh Tsunami Museum memiliki konsep unik. Museum dibagi menjadi 5 bagian yakni :

  1. Space of Fear (Lorong Tsunami). Segera setelah melewati pintu masuk, pengunjung diarahkan melewati lorong agak gelap dinamai Space of Fear atau Lorong Tsunami. Lorong ini memiliki panjang 30 m dan tinggi mencapai 19-23 m melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004 silam. Air mengalir di kedua sisi dinding museum dan membuat suara gemuruh air. Lorong yang sempit dan lembab ditambah dengan cahaya redup cenderung gelap mampu mendeskripsikan ketakutan masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi.
  2. Space of Memory (Ruang Kenangan). Setelah berjalan melewati Lorong Tsunami, pengunjung akan memasuki Ruang Kenangan (Memorial Hall). Ruangan ini memiliki 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004. Monitor-monitor ditempatkan pada pilar batu pendek dengan posisi tak beraturan. Setiap monitor menampilkan gambar dan foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh pada saat tsunami sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide. Monitor-monitor yang ada di dalam ruangan dilambangkan sebagai bebatuan yang ada di dalam air. Ruang dengan dinding kaca ini memiliki filosofi keberadaan di dalam laut (gelombang tsunami). Ketika memasuki ruangan ini, pengunjung seolah-olah tengah berada di dalam laut, dilambangkan dengan dinding-dinding kaca yang menggambarkan luasnya dasar laut. Lampu-lampu remang yang ada di atap ruangan dilambangkan sebagai cahaya dari atas permukaan air yang masuk ke dasar laut.
  3. Space of Sorrow (Ruang Sumur Doa). Melalui Ruang Kenangan (Memorial Hall), pengunjung akan memasuki Ruang Sumur Doa (Chamber of Blessing). Ruangan berbentuk silinder dengan cahaya remang dan ketinggian 30 meter ini memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama koban tsunami yang tertera disetiap dindingnya. Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan pengunjung yang memasuki ruanga ini dianjurkan untuk mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya (hablumminallah) yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang mengarah ke atas dan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Ini melambangkan bahwa setiap manusia pasti akan kembali kepada Sang Pencipta.
  4. Space of Confuse (Lorong Cerobong). Setelah Sumur Doa, pengunjung akan melewati Lorong Cerobong menuju Jembatan Harapan. Lorong ini sengaja didesain dengan lantai yang berkelok dan tidak rata sebagai bentuk filosofi dari kebingungan dan keputusasaan masyarakat Aceh saat didera tsunami pada tahun 2004 silam, kebingungan akan arah tujuan, kebingungan mencari sanak saudara yang hilang, dan kebingungan karena kehilangan harta dan benda, maka filosofi lorong ini disebut Space of Confuse. Lorong gelap yang membawa pengunjung menuju cahaya alami melambangkan sebuah harapan bahwa masyarakat Aceh pada saat itu masih memiki harapan dari adanya bantuan dunia untuk Aceh guna membantu memulihkan kondisi fisik dan psikologis masyarakat Aceh yang pada saat usai bencana mengalami trauma dan kehilangan yang besar.
  5. Space of Hope (Jembatan Harapan). Lorong cerobong membawa pengunjung ke arah Jembatan Harapan (space of hope). Disebut jembatan harapan karena melalui jembatan ini pengunjung dapat melihat 54 bendera dari 54 negara yang ikut membantu Aceh pasca tsunami, jumlah bendera sama dengan jumlah batu yang tersusun di pinggiran kolam. Di setiap bendera dan batu bertuliskan kata ‘Damai’ dengan bahasa dari masing-masing negara sebagai refleksi perdamaian Aceh dari peperangan dan konflik sebelum tsunami terjadi.

IMG_2427Masjid Raya Baiturrahman. Keajaiban tsunami dapat terbaca dari cerita lain masjid ini. Masjid Baiturrahman tetap kokoh dan hanya mengalami kerusakan kecil saat tsunami   menerjang kawasan sekitar masjid. Masjid Raya Baiturrahman awalnya dirancang oleh arsitek Belanda Gerrit Bruins. Desainnya kemudian diadaptasi oleh L.P. Luijks, yang juga mengawasi pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor Lie A Sie. Desain yang dipilih adalah gaya kebangkitan Mughal, yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara. Kubah hitam uniknya dibangun dari sirap kayu keras yang digabung menjadi ubin. Saya datang ke masjid ini untuk sholat maghrib. Kendati waktu maghrib masih 30 menit lagi, masjid sudah ramai oleh jamaah dan pelancong. Halaman masjid sangat luas dengan lantai marmer menjadikan tetap dingin di sore itu. Masjid ini memang benar-benar indah. Saat ini masjid ini telah menjadi obyek wisata dan landmark penting kota Banda Aceh. Swafoto menjadi banyak dilakukan pelancong di halaman masjid ini. Turis non-muslim juga diperbolehkan masuk hanya sampai halaman, tentu saja dengan pakaian pantas. Halaman masjid adalah area bebas alas kaki, pelancong dapat menitipkan sandal atau sepatu di pintu masuk masjid.

PLTD Apung
PLTD Apung

Monumen PLTD Apung. Kedahsyatan lain tsunami Aceh juga dapat dilihat dari terhempasnya sebuah kapal raksasa, PLTD Apung dari laut Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh ke tengah permukiman penduduk Desa Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Apung (PLTD) Apung milik PLN ini memiliki panjang 63 meter mampu menghasilkan daya sebesar 10,5 Megawatt. Kapal ini memiliki bobot 2.600 ton, dan dengan bobot yang besar tersebut, sulit membayangkan kapal ini dapat terhempas hingga ke tengah pemukiman penduduk. Namun faktanya gelombang tsunami mampu menggerakkannya. Sekarang kapal PLTD Apung dijadikan museum. Didalamnya dilengkapi dengan informasi PTLD ini.

vwzf9996.jpgKubah Mesjid yang terpisah dari mesjidnya. Salah lagi bukti kedahsyatan tsunami  adalah berpindahnya kubah masjid berbobot 80 ton di Desa Gurah, Peukan Bada, Aceh Besar. Kubah yang kini dikenal dengan nama Masjid Al-Tsunami ini dulunya merupakan kubah masjid Jamik di Desa Lamteungoh, Peukan Bada, Aceh Besar. Saat gelombang tsunami, seluruh bangunan masjid rusak dan hanya menyisakan kubah masjid berdiameter 4×4 meter. Kubah itu terbawa arus gelombang sejauh 2,5 kilometer dan terdampar di Desa Gurah. Jalan menuju kubah ini sebenarnya sudah baik, hanya saja sangat sempit sehingga susah jika harus bersimpangan dengan mobil lain.

Tips mengunjungi Aceh :

  • Jarak antara tempat-tempat tersebut berjauhan, lebih baik menyewa mobil untuk menjangkaunya. Satu hari cukup untuk menjangkau tempat-tempat tersebut.
  • Gunakan pakaian pantas selama di Aceh. Untuk laki-laki muslim gunakan celana sepanjang di bawah lutut.
  • Beberapa toko akan tutup pada saat waktu sholat tiba.

Follow juga IG : jalanlagi7

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s