Ada sedikit ragu saat mengetahui jenis pesawat yang akan saya tumpangi dalam penerbangan Bandung-Jogja 22 Juli 2011 lalu. MA-60 produksi Xian Aircraft China. Betapa tidak, pesawat jenis inilah yang jatuh di teluk Kaimana Papua Barat 7 Mei 2011 lalu dan menewaskan 27 orang. Dari awal pembelian pesawat ini telah menuai kontroversi dan kecelakaan pesawat jenis ini kembali membuka kontroversi itu menjadi berita nasional. Kontroversi terkait sertifikasi pesawat cara pembelian dan mengapa MA60 yang dibeli. Dari penelusuran di internet, MA60 sendiri baru mendapat sertifikasi dari Civil Aviation Administration of China in Juni 2000, dan belum mendapat sertifikasi dari US Federal Aviation Administration (FAA). MA60 dapat menampung 52-56 penumpang dengan mengusung engine Pratt & Whitney Canada PW127J. Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa MA60 diproduksi dengan lisensi dari Antonov An-26. Di Indonesia, hanya Merpati Airline yang mengoperasikan pesawat turboprop buatan Xian ini. Merpati mengoperasikannya untuk rute-rute pendek, ya diantaranya untuk Bandung-Jogja pulang-pergi.
Terlambat sekitar 20 menit dari jadwal keberangkatan, penumpang mulai memasuki pesawat yang diparkir agak jauh dari ruang tunggu. Tidak seperti pesawat jet kebanyakan, pintu masuk pesawat berada di bagian belakang dengan ketinggian pintu yang sangat pendek sehingga penumpang harus sedikit membungkuk saat memasuki pesawat. Pesawat sekelas ini cukup pendek sehingga tangga yang digunakan untuk menaiki pesawat juga tak setinggi pesawat Boeing 737 series misalnya, bahkan hanya berupa semacam bangku berundak.
Pesawat MA60 Merpati yang saya tumpangi benar-benar baru, mungkin belum sampai 2 bulan terbang dan bau pesawat terasa masih gress. Ekor pesawat bahkan belum dicat dengan logo Merpati hanya ada tulisan Merpati di bagian lambung pesawat. Kursi penumpung disusun 2-2 dengan ruang bagasi kabin relatif kecil sehingga koper-koper ukuran kabin standar dipastikan tidak akan bisa masuk. Kursi penumpang dibalut dengan kulit sintetis. Ukuran kursi sendiri sedikit agak kecil dibandingkan ukuran kursi di B737 Classic tetapi jarak antar kursi lumayan lega. Karena pintu masuk berada di belakang maka kursi deretan paling depan tidak langsung berbatasan dengan kokpit pesawat, tapi diselingi ruangan (mungkin ruangan buat kru). Iseng-iseng, saya ketuk-ketuk kaca jendela bagian dalam dan menurut saya lebih tipis dari pesawat lainnya. Tapi secara umum interior pesawat tidak banyak berbeda dengan pesawat2 lain.
Saya mendapatkan kursi nomor 3A dan posisinya sejajar dengan ujung baling-baling pesawat. Pesawat memulai take off dari posisi timur sehingga harus berbalik arah untuk menuju Jogja. Take-off berlangsung mulus meskipun dengan deru mesin yang lebih terasa, khas pesawat baling-baling. Terbang dalam cuaca cerah dan masih dalam ketinggian rendah sehingga saya sempat melihat indahnya waduk Saguling dari ketinggian sebelum pesawat bermanuver memutar arah ke timur. Jalan tol berikut junction dari pintu tol Pasteur sangat jelas terlihat. Saat pesawat mulai berbalik arah itulah maka sangat terasa sensasi terbangnya, ini berbeda dengan pesawat-pesawat yang lebih besar.
Cuaca cukup bagus sepanjang penerbangan 50 menit itu. Dan meskipun penerbangan pendek, Merpati masih menyajikan makanan kecil untuk penumpangnya, layanan khas Merpati. Pesawat mendarat dengan mulus di bandara Adi Sutjipto yang terlihat basah sedang diguyur gerimis tipis. Parkir pesawat lagi-lagi berada di ujung timur apron sehingga cukup jauh untuk sampai ruang kedatangan. Tidak ada bis pengangkut, payung disediakan untuk menuju ruang kedatangan. Alhasil, saya cukup menikmati penerbangan singkat itu dan bisa menepis ketakutan saya sebelumnya.
Anda punya pengalaman terbang dengan pesawat jenis ini? Silakan diskusi melalui media comment di bawah…