
Kembali menjejakkan kaki di Bangkok awal Juni ini. Kali ini saya menumpang Thai Airways untuk sampai ke sana. Ya, kini Jakarta Bangkok tersambung langsung oleh 3 jadwal penerbangan, 2x oleh Thai Airways dan sekali diterbangi oleh Air Asia Indonesia. Penerbangan lain semisal Singapore Airline, juga menghubungkan Jakarta Bangkok dengan transit di bandara lain. Dengan penerbangan langsung Jakarta-Bangkok hanya ditempuh 3 jam 20 menit saja dan ini membuat jarak CGK-BKK terasa lebih dekat. Dengan jadwal penerbangan lebih awal, dibandingkan pesawat yang saya tumpangi 2 tahun lalu, saya sempat menikmati senja di hari pertama, menikmati hiruk-pikuk malam kota Bangkok, yang dulunya dikenal dengan kemacetannya. Nah, dibanding 2 tahun lalu, ternyata Bangkok tidak banyak berubah hanya terasa lebih sesak saja.
Bandara Suvarnabhumi tetap kokoh dan rapi. Antrian imigrasi dibuat 2 lapis dengan pengaturan muka belakang, dan berbeda dengan tata-letak di Jakarta dimana petugas dan meja tetap menghadap ke depan. Tak banyak ditanya, urusan imigrasi selesai dengan relatif singkat. Begitu keluar pintu imigrasi penumpang langsung dihadapkan band berjalan pengambilan bagasi, dan lagi-lagi tak banyak harus buang-guang waktu menunggu bagasi ini. Tranportasi dari bandara ke kota dan berbagai tujuan tersedia mulai kereta api, taxi, bus. Kali ini saya menggunakan taxi untuk menuju kawasan Sukhumvit, dimana hotel tempat saya menginap berada. Seperti halnya Jakarta, penumpang dikenakan surcharge bandara sebesar 50 THB. Dan untuk sampai Sukhumvit taxi harus melewati 2 jalan tol yang masing-masing dikutip tiket 25THB dan 45THB. Rata-rata sopir taxi disini mengerti Bahasa Inggris meskipun sangat terbatas. Jangan lupa untuk menanyakan menggunakan argo meter sebelum taxi meninggalkan bandara.
Di sela-sela pengambilan bagasi terdapat beberapa counter money changer. Saat itu nilai tukar berada pada 1USD = 29,06 Thailand Bath. Sebaiknya jika Anda perlu menukarkan uang, tukarkan seperlunya saja sebab nilai tukar di tengah kota jauh lebih bagus, 1 USD dihargai 30,06 THB. Tidak perlu kuatir kesulitan menukarkan dollar di tengah kota karena money changer berserakan di banyak tempat, stasiun Sky Train dan juga di mall-mall besar.
Transportasi umum di Bangkok tersedia cukup beragam, dari taxi, bus, BTS SkyTrain, MRT, bahkan ojek-pun juga ada. Ada baiknya mencoba angkutan tradisional lokal yang disebut tuk-tuk, semacam bajaj kalau di Jakarta. Tarif buka pintu taxi di Bangkok sebesar 35 THB atau sekitar Rp.10.000. Sky Train adalah kereta massal yang berjalan di atas tanah. Posisi rel rata-rata berada di atas jalan raya. Terdapar 2 jalur yakni Sukhumvit Line dan Silom Line yang keduanya tersambung di Siam Station. Disamping Sky Train Bangkok juga memiliki kereta lain yakni MRT dengan jalur di bawah tanah. Kedua kereta ini tersambung di Asok Station (Sky Train) dan Sukhumvit Station untuk MRT tetapi penumpang harus berjalan agak jauh. Sayang sekali sistem tiket di kedua kereta ini tidak sama sehingga harus tidak berlaku tiket terusan. Ini berbeda dengan SMRT di Singapore yang tiketnya bisa digunakan baik untuk MRT, bus dan Circle Line.
Kali ini saya tidak ambil paket tour seperti kunjungan sebelumnya. Saya kira cukup sekali mengunjungi Grand Palace, Wat Arun, ataupun ikut Chao Phraya Cruise. Begitu juga dengan pasar terapung. Saya lebih suka mengunjungi pusat-pusat belanja dan hiburan saja dengan memanfaatkan jaringan kereta Sky Train.
Kehidupan malam di Bangkok sejatinya tidak banyak berbeda di Jakarta. Thailand memang menganut aturan yang lebih longgar terkait dunia hiburan malam ini. Pertunjukan kabaret seperti di Pat Pong adalah legal disana. Bar-bar memang lebih ‘berani’ dibandingkan Jakarta. Tempat spa dan Thai massage berserakan dimana-mana. Keberadaan mereka tampak menojol karena tempat-tempat hiburan itu berada di kantong-kantong pusat hiburan seperti di Nana Square, mungkin mirip kawasan Mangga Besar atau Blok M di Jakarta. Silom, Sukhumvit dan Lumphini merupakan sentra hiburan malam. Beberapa night market dibuka di kawasan-kawasan ini.
To be continued