Banyak cara untuk berinvestasi. Orang awam mengenal Investasi kebanyakan sebagai investasi di sektor riil, yakni dengan membuka sebuah usaha dan mengelolanya seperti mendirikan pabrik, membuka toko, mengelola bisnis jasa, dll. Selain sektor riil sebenarnya Anda juga bisa berinvestasi pada instrumen keuangan. Instrumen keuangan sangat beragam, bisa dengan investasi pada saham perusahaan publik, surat hutang (obligasi), investasi di valuta asing. Instrumen investasi sektor keuangan yang belakangan sangat popular di Indonesia adalah reksadana.
Apa itu Reksadana?
Menurut Undang-Undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27) dinyatakan Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat (pemodal, investor) yang untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi (MI).
Dengan demikian Reksadana diartikan sebagai bentuk atau pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen seperti saham, surat hutang, valuta asing, pasar keuangan. Dana-dana kumpulan itu selanjutnya dikelola oleh Manajerb Investasi (MI). Manajer invetasi inilah yang akan melakukan investasi dana-dana tersebut dan mengelolanya untuk meningkatkan nilai aset. Untuk selanjutnya aset beserta keuntungan dan kerugian dinyatakan dalam Nett Asset Value (NAV). Dalam prakteknya aset-aset yang dikelola tersebut dinyatakan dalam satuan unit dengan harga per unitnya. Nilai (harga) sebuah unit merupakan tolok ukur kinerja sebuah reksadana. Artinya bisa naik dan turun mengikuti nilai aset yang dikelolanya.
Untuk melindungi investor reksadana, Undang-Undang tersebut juga telah cukup mengatur pengelolaan reksadana. Dengan demikian terdapat 3 unsur penting dalam pengelolaan Reksadana yakni :
- Adanya kumpulan dana masyarakat, baik individu maupun institusi.
- Investasi bersama dalam bentuk suatu portofolio efek yang telah terdiversifikasi
- Manajer Investasi dipercaya sebagai pengelola dana milik masyarakat investor.
Pada reksadana, manajemer investasi mengelola dana-dana yang ditempatkannya pada surat berharga dan merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima atau bunga yang dibukukannya ke dalam “Nilai Aktiva Bersih” (NAB) reksadana tersebut.
Kekayaan reksadana yang dikelola oleh manajer investasi tersebut wajib untuk disimpan pada Bank kustodian bank kustodian yang tidak terafiliasi dengan manajer investasi, dimana bank kustodian inilah yang akan bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administratur. Fungsi bank kustodian ini mencegah sedini mungkin kemungkinan salah kelola atau penyelewengan oleh Manajer Investasi.
Reksadana yang dikenal di Indonesia juga sering disebut sebagai Mutual Fund dan memiliki kemiripan pengelolaan dengan mutual fund di Amerika. Reksadana juga dikenal dengan unit trust di Inggris. Di Amerika juga dikenal Unit Trust tetap sedikit berbeda dengan reksadana yang kita kenal.
Mengapa perlu Reksadana?
Ilustrasi ringkas ini mungkin dapat menjelaskan alasan mengapa muncul reksadana. Anda memiliki dana yang tidak terlalu besar untuk investasi, misalnya Rp. 3 juta. Jika uang tersebut dibelikan saham Telkom dengan harga per lembar Rp. 7.100, maka hanya mendapatkan sekitar 416 lembar. Sementara itu transaksi saham di Bursa Efek Indonesia dilakukan dengan satuan lot yang terdiri 500 lembar. Artinya uang tersebut tidak cukup untuk transaksi saham Telkom untuk satuan minimal sekalipun, belum lagi untuk transaksi saham Anda diharuskan memiliki rekening efek. Uang tersebut juga tidak mencukupi jika dibelikan surat utang perusahaan yang biasanya memiliki satuan dalam Milyar rupiah. Bahkan 3 juta rupiah tidak mencukupi jika diinvestasikan di Obligasi Ritel Negara (ORI) maupun Sukuk Ritel karena memiliki satuan tiap Rp. 5 juta. Nah, bagaimana jika ada 1000 investor memiliki sejumlah uang sama? Jika seribu orang tersebut mengumpulkannya uangnya untuk dikelola maka akan terkumpul sejumlah 3 Milyar rupiah. Dengan uang sejumlah itu akan banyak pilihan investasi yang dapat diambil, dan memiliki posisi tawar lebih jika sendiri-sendiri.
Tips investasi di Reksadana
Meskipun telah dilindungi oleh Undang-Undang, bukan berarti terdapat jaminan keuntungan bagi investor reksadana. Beberapa tips berikut layak Anda perhatikan sebelum berinvestasi di reksadana.
- Terdapat potensi rugi pada investasi reksadana, jadi tidak selalu untung
- Kenali terlebih dahulu profil resiko (risk profile) Anda. Ini artinya adalah menentukan derajad ketahanan Anda dalam menghadapi kerugian. Profil risiko ini berbeda tiap-tiap orang. Namun secara umum, semakin tinggi usia semakin rendah tingkat ketahanan penerimaan risiko (konservatif). Orang-orang muda usia biasanya memiliki risk profile agresif, artinya masih sanggup menerima kerugian lebih besar dibandingkan tipe konservatif. Risk profile Anda sangat menentukan jenis reksadana yang sebaiknya dibeli.
- Tentukan horison investasi Anda, apakah jangka pendek, menengah atau panjang. Horison investasi ini terkait dengan penggunaan dana investasi dan memengaruhi jenis reksadana yang sebaiknya dibeli. Saya sarankan reksadana digunakan untuk investasi jangka menengah dan panjang untuk mendapatkan return optimal.
- Setelah mengenali risk profile dan horison investasi selanjutnya saatnya memilih jenis reksadana.
- Kenali terlebih dahulu produk sesuai dengan jenis yang dipilih. Penting untuk dilihat adalah kinerja produk (yang tercermin dalam NAV, atau pergerakan harga per unit). Informasi tentang hal ini dapat diperoleh pada koran-koran bisnis seperti Bisnis Indonesia, Kontan, atau melalui website Infovesta (lihat di link Investing).
- Kenali juga reputasi Manajer Investasi dan Bank Kustodian dari produk yang Anda ambil. Secara sederhana MI dengan dana kelolaan besar biasanya memiliki reputasi yang bagus.
Industri Reksadana telah melewati pasang-surut sejak keberadaannya di Indonesia. Informasi yang cukup akan sangat membantu dalam memaksimalkan return investasi Anda dan menekan potensi kerugian.
Bagian 2 : Karakteristik dan Jenis-jenis reksadana
wah om alex, saya juga sama turun semua tapi saya tidak melakukan apa-apa ( tidak redeem ) sampai sekarang, nah sekarang saya cek sudah tak rugi lagi malah sudah untung. karena tujuan saya invest waktu itu untuk jangka 10 tahun dan baru berlangsung 3 tahun jadi masih untung lah kalo tidak redeem.
Mas/Bang/Pak Toto,
Thn lalu saya rugi besar di reksadana saham, saya terlanjur redeem semuanya. Aset saya drop separuhnya. Belakangan saham mulai naik tuh. Gimana sarannya, apa ini saat yang tepat untuk masuk lagi? Produk apa yang direkomen? Umur saya baru mau 27, jadi masih suka emosian?
Btw, gimana caranya ngukur risk profile saya?
Sorry neh, bukannya komentar tapi nanya banyak.
Terima kasih.
Hai Alex,
Bukan hanya Alex yang loss banyak tahun lalu, hampir semua investor, termasuk saya. Kalau menurut saya sih, kondisi bursa saham dunia sudah melewati bottom-nya, termasuk Asia. Saya rasa sudah bisa masuk sedikit-sedikit karena pasar masih volatile, tapi untuk jangka panjang mungkin ini saat yang bagus. Alex masih muda, rasanya masih memiliki risk profile aggressif, dan reksadana saham memungkinkan return paling tinggi. cara ngukurnya banyak faktornya. Tapi sederhananya gini, kalau misalnya kita menderita kerugian 2% dalam 1 hari dan sudah gak bisa tidur itu berarti risk profilenya moderat, jangan invest di saham atau reksadana saham. Jika portofolio kita turun 5% dalam 1 bulan dan sudah mulai gak bisa tidur nyenyak itu lebih ke moderat, bisa ambil campuran (balanced fund), selebihnya masuk agressif. Selengkapnya tunggu tulisan bagian 2 aja.
Tks sudah mampir ke blog saya.